Masji Al Haram

Masji Al Haram

Minggu, 29 Januari 2012

Perayaan Hari Kelahiran Nabi [Maulid Nabi]

Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin : Apa hukum perayaan hari kelahiran Nabi?

Jawaban
Pertama: Malam kelahiran Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak diketahui secara pasti, tapi sebagian ulama kontemporer memastikan bahwa itu pada malam kesembilan Rabi'ul Awal, bukan malam kedua belasnya. Kalau demikian, perayaan pada malam kedua belas tidak benar menurut sejarah.

Kedua: Dipandang dari segi syari'at, perayaan itu tidak ada asalnya. Seandainya itu termasuk syari'at Allah, tentu Nabi صلی الله عليه وسلم telah melakukannya dan telah menyampaikan kepada umatnya, dan seandainya beliau melakukannya dan menyampaikannya, tentulah syari'at ini akan terpelihara, karena Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,

"Artinya : Sesungguhnya  Kamilah  yang  menurunkan  Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" [Al-Hijr : 9].

Karena tidak demikian, maka diketahui bahwa perayaan itu bukan dari agama Allah, dan jika bukan dari agama Allah, maka tidak boleh kita beribadah dengannya kepada Allah سبحانه و تعالى dan mendekatkan diri kepadaNya dengan itu. Untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, Allah telah menetapkan cara tertentu untuk mencapainya, yaitu yang diajarkan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bagaimana mungkin kita, sebagai hamba biasa, mesti membuat cara sendiri yang berasal dari diri kita untuk mengantarkan kita mencapainya? Sungguh perbuatan ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah  سبحانه و تعالى karena kita melaksanakan sesuatu dalam agamaNya yang tidak berasal dariNya, lain dari itu, perbuatan ini berarti mendustakan firman Allah سبحانه و تعالى.

"Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu" [Al-Ma'idah : 3]

Kami katakan: Perayaan ini, jika memang termasuk kesempurnaan agama, mestinya telah ada semenjak sebelum wafatnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم, dan jika tidak termasuk kesempurnaan agama, maka tidak mungkin termasuk agama, karena Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,.

"Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu." [Al-Ma'idah :3]

Orang yang mengklaim bahwa ini termasuk kesempurnaan agama dan diadakan setelah wafatnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم, maka ucapannya mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia tadi. Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang menyelenggarakan perayaan hari kelahiran Rasulullah صلی الله عليه وسلم hanyalah hendak mengagungkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan menunjukkan kecintaan terhadap beliau serta membangkitkan semangat yang ada pada mereka. Semua ini termasuk ibadah, mencintai Rasulullah صلی الله عليه وسلم juga merupakan ibadah, bahkan tidak sempurna keimanan seseorang sehingga menjadikan Rasulullah صلی الله عليه وسلم lebih dicintai daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya dan manusia lainnya.

Mengagungkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم juga termasuk ibadah. Demikian juga kecenderungan terhadap Nabi صلی الله عليه وسلم termasuk bagian dari agama karena mengandung kecenderungan terhadap syari'atnya. Jadi, perayaan hari kelahiran Nabi صلی الله عليه وسلم  untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan RasulNya merupakan ibadah. Karena ini merupakan ibadah, sementara ibadah itu sama sekali tidak boleh dilakukan sesuatu yang baru dalam agama Allah yang tidak berasal darinya, maka perayaan hari kelahiran ini bid'ah dan haram.

Kemudian dari itu, kami juga mendengar, bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yang tidak diakui syari'at, naluri dan akal, di mana para pelakunya mendendangkan qasidah-qasidah yang mengandung ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Rasulullah صلی الله عليه وسلم, sampai-sampai memposisikan beliau lebih utama daripada Allah. Na'udzu billah. Di antaranya pula, kami mendengar dari kebodohan para pelakunya, ketika dibacakan kisah kelahiran beliau, lalu bacaannya itu sampai pada kalimat 'wulida al-musthafa' mereka semuanya berdiri dengan satu kaki, mereka berujar bahwa ruh Rasulullah صلی الله عليه وسلم hadir di situ maka kami berdiri untuk memuliakannya. Sungguh ini suatu kebodohan. Kemudian dari itu, berdirinya mereka itu tidak termasuk adab, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم sendiri tidak menyukai orang berdiri untuknya. Para sahabat beliau merupakan orang-orang yang paling mencintai dan memuliakan beliau, tidak per-nah berdiri untuk beliau, karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukainya, padahal saat itu beliau masih hidup. Bagaimana bisa kini khayalan-khalayan mereka seperti itu?

[Majalah Al-Mujahid, edisi 22, Syaikh Ibnu Utsaimin]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, Darul Haq]
Kategori: Bid'ah Dan Bahayanya
Sumber: http://www.almanhaj.or.id
Tanggal: Rabu, 25 Mei 2005 07:14:12 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar